LAMPUNG UTARA – Sidak Tim Terpadu Pemkab Lampung Utara (Lampura) menemukan kebanyakan usaha makro seperti rumah makan, restoran, dan kafe menggunakan gas subsidi 3 kg. Padahal, gas melon tersebut diperuntukkan bagi warga kurang mampu dan UMKM.
Sidak Tim Terpadu gabungan Dinas Perdagangan dan Polres Lampura mendatangi distribusi dan penggunaan gas melon dari Kotabumi hingga Bukitkemuning. Hasilnya, rumah makan, restoran, dan kafe terang-terangan menyerobot gas subsidi.
Padahal tertera pada peraturan Menteri Energi Sumber Daya Meneral (ESDM) Nomor 13 Tahun 2018 tentang kegiatan penyaluran BBM, BBG, dan gas elpiji, gas ukuran 3 kilogram merupakan hak usaha mikro, nelayan kecil, dan masyarakat miskin.
“Stok gas 12 da 25 kg sering kosong, makanya pakai gas 3 kg. Nggak mungkin kami tutup karena menunggu pasokan gas,” aku Tika penanggung jawab kafe yang didatangi Tim Terpadu, Senin (11/1/2021).
Dalih serupa disampaikan Diki juru masak rumah makan padang yang tidak mau menutup usahanya karena tidak mendapatkan pasokan gas non subsidi. “Tidak mungkin menutup rumah makan karena menunggu pasokan gas non subsidi,” jelasnya.
Sementara Pengelola Agen Gas PT. Riski Eka Windu Bukit Kemuning M. Hadi Atmaja mengaku pendistribusian gas sesuai kuota, jadwal, dan aturan Pertamina. Agen hanya menyalurkan gas ke pangkalan dan tidak pernah melayani eceran.
“Harga eceran tertinggi (HET) gas subsidi dari pangkalan ke konsumen mengacu Pergub, yaitu Rp18 ribu per tabung,” jelasnya.
Kepala Dinas Perdagangan Lampura Wan Hendri menyebut tidak ada masalah pasa distribusi gas subsidi dari agen ke pangkalan. Namun, penggunaan gas jatah warga miskin tersebut banyak disalahgunakan usaha makro, seperti restoran, rumah makan, dan kafe.
“Penyimpangan penggunaan gas perlu dicegah dengan kebijakan atau rekomendasi Dinas Perdagangan. Kebijakan ini masih menunggu regulasi pemerintah pusat. Pelanggar aturan penggunaan gas subsidi bisa saja diancam pidana,” tegasnya. (Adi/Yono)

Add Comment