Tabikpun.com – Pagi masih berselimut embun ketika saya dan tiga teman saya memulai perjalanan menuju Curug Balong Endah. Langit Bogor tampak pucat, namun udara sejuk memberikan semangat tersendiri.
Ransel kami penuh dengan pakaian ganti, perlengkapan mandi, camilan, dan tentu saja kamera untuk mengabadikan setiap momen. Berbeda dari perjalanan-perjalanan sebelumnya, kali ini kami tidak hanya sekadar berkunjung, tetapi juga akan menginap di alam terbuka.
Menariknya, tidak satu pun dari kami yang pernah tidur di dalam tenda sebelumnya. Setelah berdiskusi panjang, kami sepakat untuk menyewa fasilitas tenda di area perkemahan Curug Balong Endah. Keputusan ini cukup melegakan, mengingat kami semua masih amatir dalam hal berkemah.
Kami berangkat menggunakan motor, beriringan melalui jalanan berkelok khas perbukitan Bogor. Suara mesin motor berpadu dengan angin pagi yang menusuk kulit. Rute menuju Curug Balong Endah tidak selalu mulus.
Beberapa kali kami harus melambat di jalan berbatu dan menanjak. Namun, setiap kali kami berhenti untuk beristirahat, pemandangan hijau di sekitar seolah menyuntikkan energi baru. Setelah hampir dua jam perjalanan, akhirnya kami tiba di area parkir.
Seorang pengelola perkemahan yang ramah menyambut kami, lalu mengantar ke tenda yang sudah disiapkan. Tenda tersebut sudah berdiri kokoh di antara pepohonan. Di dalamnya terdapat alas tidur, sleeping bag, dan beberapa perlengkapan sederhana. .
Tanpa membuang waktu, kami segera menuju Curug Balong Endah. Perjalanan menuju curug melewati jalan setapak yang sedikit licin.
Suara gemericik air semakin terdengar jelas, seolah memanggil kami untuk lebih cepat melangkah. Saat tiba di lokasi, pemandangan yang tersaji membuat rasa lelah seketika sirna. Air terjun kecil namun deras mengalir di antara bebatuan, menciptakan kolam alami yang jernih.
Kami langsung menceburkan diri ke dalam air. Sensasi dinginnya air benar-benar menyegarkan. Kami berenang, bermain air, dan sesekali duduk di atas batu besar, membiarkan air mengalir di sekitar tubuh.
Beberapa pengunjung lain juga tampak menikmati suasana, namun area curug tetap terasa tenang. Menjelang sore, kami kembali ke area perkemahan.
Saat matahari mulai tenggelam, udara pun berubah lebih dingin. Kami menyalakan kompor portable untuk memulai kegiatan “barbeque”. Salah seorang teman saya dengan cekatan memanggang sosis yang sudah kami bawa.
Aroma gurihnya menyebar, membuat perut yang lapar semakin keroncongan. Ini adalah kali pertama kami memasak di alam terbuka, dan tentu saja tidak semuanya berjalan mulus.
Ada sosis yang terlalu gosong, ada juga yang masih setengah matang. Namun, semua kekurangan itu justru menjadi bahan tawa. Kami duduk melingkar, memanggang sosis sambil berbagi cerita.
Dari topik ringan seputar kampus hingga obrolan mendalam tentang perkuliahan, masa depan, dan mimpi-mimpi yang kadang masih terasa abu-abu. Malam itu, di bawah langit yang bertabur bintang, suasana terasa begitu akrab. Salah satu teman saya membawa gitar kecil. Nada-nada sederhana mengalun, mengiringi nyanyian kami yang tak selalu pas nadanya.
Kami tertawa, bernyanyi, dan kadang-kadang terdiam, menikmati hangatnya api unggun dan sejuknya angin malam. Rasa kantuk mulai menghampiri. Dengan sedikit ragu, kami masuk ke dalam tenda. Ini pertama kalinya saya akan tidur di tenda, dan jujur saja, rasanya sedikit aneh.
Sleeping bag yang disediakan pengelola cukup nyaman, meski sensasi tidur di atas tanah yang sedikit keras membutuhkan penyesuaian. Saya memejamkan mata, membiarkan suara alam menjadi pengantar tidur.
Suara angin yang berdesir di antara pepohonan dan gemericik air terjun di kejauhan menciptakan suasana yang menenangkan. Pagi harinya, saya terbangun oleh suara burung dan sinar matahari yang perlahan menembus kain tenda. Udara pagi begitu segar, mengundang kami untuk segera keluar dan kembali menikmati curug.
Sebelum pulang, kami sempat kembali ke air terjun, membiarkan kaki kami yang lelah direndam dalam air yang dingin. Perjalanan pulang terasa lebih ringan. Di sepanjang jalan, kami masih saling melempar cerita dan tawa, seolah tidak ingin kebersamaan ini berakhir.
Pengalaman pertama berkemah ini bukan hanya memberikan cerita baru, tetapi juga rasa percaya diri untuk mencoba lebih banyak hal baru. Curug Balong Endah bukan sekadar destinasi wisata alam, tetapi juga tempat di mana saya menemukan makna baru dalam petualangan.
Saya belajar bahwa kadang-kadang, untuk menemukan kebahagiaan, kita hanya perlu melangkah keluar dari zona nyaman dan membiarkan alam menunjukkan sisi terbaiknya. Mungkin perjalananini sudah berakhir, tetapi kenangan akan malam di bawah langit terbuka, suara tawa di sekitar api unggun, dan rasa dingin saat tidur di dalam tenda akan selalu tersimpan dalam ingatan.
Setiap kali mendengar suara gemericik air atau merasakan angin sejuk, saya akan selalu teringat pada momen-momen hangat di antara gemericik air terjun dan kehangatan persahabatan. Dan siapa tahu, mungkin suatu hari nanti, kami akan kembali.
Bukan hanya untuk menikmati keindahan alamnya, tetapi juga untuk menemukan kembali kebersamaan yang tak ternilai di tengah alam yang begitu jujur.
Nama: Alvito Haris Saputra
NIM: J0401231131
Prodi: Komunikasi Digital dan Media, Sekolah Vokasi IPB