Powerbank Menjadi Bom di Kabin Pesawat Air Busan

Insiden kebakaran pesawat Air Busan pada, Selasa (28/1/2025) di Bandara Internasional Gimhae, Korea Selatan, seharusnya menjadi tanda serius bagi semua pihak terkait dalam industri penerbangan. (Ist)

Tabikpun.com – Insiden kebakaran pesawat Air Busan pada, Selasa (28/1/2025) di Bandara Internasional Gimhae, Korea Selatan, seharusnya menjadi tanda serius bagi semua pihak terkait dalam industri penerbangan. Meskipun kebakaran ini tidak menimbulkan korban jiwa, fakta bahwa 169 penumpang dan 7 awak kabin harus dievakuasi di tengah kecemasan menunjukkan betapa rentannya situasi tersebut.

Apalagi, insiden ini terjadi hanya satu bulan setelah kecelakaan tragis pesawat Jeju Air pada Januari 2024 yang menewaskan ratusan orang. Kejadian-kejadian ini semakin memperburuk kekhawatiran publik mengenai keselamatan penerbangan, terutama dalam hal ketahanan dan keamanan pesawat serta kesiapan awak kabin menghadapi keadaan darurat.

Peristiwa ini juga menggarisbawahi pentingnya peningkatan prosedur keselamatan dan pemeliharaan pesawat, khususnya pada kompartemen yang berpotensi berisiko seperti bagian bagasi atau area belakang kabin yang terdampak dalam insiden ini. Baterai lithium-ion yang digunakan dalam banyak perangkat pesawat, termasuk powerbank penumpang, juga sering kali menjadi sumber bahaya tersembunyi yang bisa memicu kebakaran.

Semua pihak, mulai dari maskapai penerbangan hingga badan pengawas penerbangan, harus lebih aktif dalam mengidentifikasi potensi risiko dan mengimplementasikan tindakan preventif yang lebih ketat. Selama ini, banyak penumpang yang masih belum menyadari bahaya yang bisa timbul dari barang bawaan mereka, yang pada akhirnya memperburuk keadaan darurat.

Insiden Air Busan

Lebih dari itu, insiden ini seharusnya menjadi peringatan untuk meningkatkan pelatihan bagi awak kabin dan petugas darurat dalam menangani situasi yang melibatkan api atau asap. Kecepatan dan ketepatan dalam merespons dapat membuat perbedaan antara keselamatan dan bencana.

Latihan yang lebih intensif, serta peningkatan koordinasi antara pihak bandara, maskapai, dan petugas darurat, sangat penting agar respons terhadap insiden dapat lebih cepat dan terarah. Kejadian ini juga mengingatkan kita bahwa meskipun teknologi penerbangan semakin canggih, faktor manusia dan kesiapan dalam menghadapi situasi darurat tetap menjadi kunci utama.

Semua pihak harus menyadari bahwa kejadian-kejadian ini bukanlah sekadar statistik, melainkan peringatan yang harus ditanggapi dengan serius. Peningkatan standar keselamatan dan kesiapsiagaan bukan hanya untuk mencegah kerugian materi, tetapi lebih penting lagi untuk melindungi nyawa manusia, yang seharusnya selalu menjadi prioritas utama.

Jika industri penerbangan tidak segera mengambil langkah-langkah nyata untuk meningkatkan keamanan, kita tidak akan hanya menghadapi insiden kebakaran seperti yang terjadi pada pesawat Air Busan, tetapi mungkin juga tragedi yang jauh lebih besar di masa depan.

Dari Pengisi Daya ke Pemicu Bencana

Menurut saya, investigasi yang dilakukan oleh otoritas di Korea Selatan terkait kebakaran pesawat Air Busan ini sangat penting untuk memastikan penyebab kejadian yang bisa berisiko membahayakan keselamatan penumpang. Berdasarkan hasil penyelidikan, api yang muncul di dalam kabin pesawat diduga berasal dari powerbank milik salah satu penumpang yang disimpan di rak penyimpanan.

Hal ini mengingatkan kita akan pentingnya kewaspadaan dalam membawa perangkat elektronik, terutama powerbank, yang bisa menimbulkan bahaya jika tidak diperlakukan dengan hati-hati. Kejadian ini seharusnya mendorong maskapai dan otoritas terkait untuk lebih ketat dalam mengatur barang bawaan penumpang, mengingat potensi bahaya yang mungkin timbul dari benda-benda sepele yang sering diabaikan.

Selama ini, powerbank menjadi barang yang hampir selalu kita bawa dalam perjalanan, terutama bagi mereka yang mengandalkan perangkat seluler dalam aktivitas sehari-hari. Namun, di balik manfaatnya, powerbank juga menyimpan potensi bahaya, terutama jika kualitas dan penggunaannya tidak diperhatikan.

Baterai lithium-ion yang digunakan dalam powerbank memang dikenal efisien, tetapi juga sangat sensitif terhadap panas dan tekanan. Jika mengalami kerusakan atau kepanasan berlebih, baterai ini bisa mengalami thermal runaway, yaitu reaksi berantai yang menyebabkan suhu terus meningkat hingga akhirnya meledak atau terbakar.

Regulasi penerbangan sebenarnya sudah mengatur ketat mengenai penggunaan dan penyimpanan powerbank di dalam pesawat. Sebagian besar maskapai mewajibkan penumpang membawa powerbank hanya di kabin dan tidak memasukkannya ke dalam bagasi terdaftar.

Kapasitas powerbank yang diperbolehkan juga dibatasi, biasanya maksimal 100Wh tanpa izin khusus. Namun, kejadian ini membuktikan bahwa regulasi saja tidak cukup jika tidak disertai dengan kesadaran dan kepatuhan dari penumpang.

Pelajaran dari Air Busan, Waspada Terhadap Barang Bawaan di Pesawat

Menurut saya, Kasus ini seharusnya menjadi alarm bagi industri penerbangan untuk meningkatkan pengawasan terhadap barang bawaan elektronik. Maskapai dapat mempertimbangkan pemeriksaan lebih ketat terhadap powerbank yang dibawa penumpang, seperti memverifikasi kapasitas dan kualitasnya.

Selain itu, edukasi tentang cara aman membawa dan menggunakan powerbank di pesawat juga perlu digencarkan. Penumpang harus memahami bahwa menggunakan powerbank berkualitas rendah atau menyimpannya di tempat yang tidak sesuai dapat berakibat fatal.

Kita juga sebagai pengguna teknologi harus lebih bijak dalam memilih perangkat yang kita gunakan. Membeli powerbank dari merek terpercaya dan memastikan produk memiliki sertifikasi keamanan bisa menjadi langkah kecil yang mencegah bencana besar.

Selain itu, menghindari penggunaan powerbank saat pengisian daya berlebih dan menyimpannya di tempat yang tidak terkena panas langsung bisa membantu mengurangi risiko overheating. Pembelajaran untuk kita semua bahwa insiden Air Busan adalah pengingat bahwa keamanan penerbangan tidak hanya menjadi tanggung jawab maskapai atau regulator, tetapi juga seluruh penumpang.

Kesadaran akan risiko dari perangkat yang kita bawa bisa menjadi kunci untuk mencegah insiden serupa terjadi di masa depan. Jangan sampai kelalaian kecil berujung pada tragedi besar di udara.

Penulis: Awalia Putri Ramadhani Mahasiswa Komunikasi Digital dan Media, Sekolah Vokasi IPB

Redaksi TabikPun :