METRO – Pada era saat ini, akses terhadap penggunaan sosial media tentunya sangat tinggi. Orang-orang pada saat ini tentunya sangat sering menggunakan waktunya untuk mengakses sosial media, baik itu untuk interaksi dengan orang di sekitarannya, mencari informasi, maupun hanya sebatas mencari hiburan. Beberapa media sosial, seperti Instagram, Twitter, Whatsapp, Facebook, Youtube tentunya sangat sering kita akses. Di Indonesia sendiri, platform Tiktok merupakan media sosial yang paling banyak digunakan.
Aplikasi yang sangat populer beberapa tahun kebelakang ini memang banyak sekali di akses oleh masyarakat Indonesia, baik dari anak kecil hingga orang dewasa. Fitur yang diberikan tiktok memang sangat mengasikkan. Video dengan durasi singkat dengan diiringi musik yang sedang viral tentunya mendorong kita untuk terus meng-scrolling platform tersebut. Sangat banyak jenis konten dan tren yang meramaikan platform Tiktok, mulai dari tren kecantikan, fashion, sport, makanan, dan beberapa jenis tren lainnya. Semua jenis konten dan tren tersebut tentunya banyak sekali yang menikmati.
Terkadang kita tidak sadar menghabiskan waktu berjam-jam hanya dengan menyaksikkan video-video yang ada di Tiktok. Dibalik keseruan video-video yang ada pada Tiktok yang tentunya menghibur kita, ada pula kontra yang terjadi apabila kita membicarakan soal Tiktok. Isi konten yang ada di tiktok memang tidak seratus persen baik. Banyak pula konten yang kurang bermoral dan terkadang mangandung asusila. Hal itu tentunya perlu dihindari dari penggunaan media sosial Tiktok. Takutnya konten-konten yang seperti itu mempengaruhi para anak-anak di bawah umur untuk melakukan hal tersebut karena memang pengguna tiktok terdiri dari segala kalangan, baik dari anak kecil hingga orang dewasa. Maka dari itu kita harus tetap mengkontrol diri kita dalam menikmati platform Tiktok
Apakah Tiktok Berpengaruh Terhadap Kesehatan Mental Seseorang?
Saat ini Tiktok sangat populer dikalangan kita. Banyak sekali orang-orang yang terpengaruh terhadap konten-konten yang sedang tren di platform Tiktok. Pastinya banyak dari kita yang mengikuti tren-tren tersebut dan terdorong untuk mengikutinya. Istilah FOMO atau Fear of Missing Out adalah bukti bahwa kita terkadang memang merasa takut tertinggal apabila tidak mengikutin tren yang sedang ramai dibicarakan. Kita takut disangka kurang keren dan gaul apabila tidak ikut meramaikan tren yang sedang viral.
Memang tidak semua itu dibilang buruk. Tentunya ada pula tren-tren yang apabila kita ikuti akan menghibur diri kita atau bahkan bisa menjadikan kita lebih termotivasi untuk menjalani hidup dengan lebih baik. Misal tren video orang rajin berolahraga, apabila kita ikut terdorong untuk mengikuti tren tersebut, tentunya akan memberikan manfaat untuk kita. Tetapi sebaliknya, ada pula konten dengan tren-tren yang akan berdampak buruk terhadap diri kita.
Pastinya kita pernah melihat content creator di Tiktok yang menunjukkan kesuksesan dirinya. Di usia yang terbilang masih muda namun sudah mencapai titik kesuksesan dari beberapa standar orang-orang, seperti sudah punya rumah, mobil, dan pekerjaan dengan gaji yang besar. Bagi beberapa orang mungkin akan termotivasi untuk lebih semangat, namun bagi beberapa orang akan membuat orang tersebut cemas, cemas belum bisa di titik seperti itu, cemas belum sesukses itu, cemas belum mempunyai hal-hal mewah seperti itu. Ini yang terbilang berbahaya terhadap konten-konten yang ada di platform Tiktok. Apabila kecemasan itu terus dirasakan tentunya akan berdampak buruk bagi kesehatan mental. Orang-orang yang merasa hal tersebut akan mudah stress dan merasa bahwa dirinya tidak sehebat orang-orang.
Pengaruh Tiktok Terhadap Ekspektasi Kehidupan Seseorang
Tren-tren yang menampilkan kesuksesan, kecantikan,kehidupan pribadi dan beberapa lainnya yang ada di platform Tiktok tentunya cukup mempengaruhi terhadap ekspektasi bagi kehidupan sebagian orang. Belakangan ini tengah ramai dengan istilah “Standard Tiktok” yaitu standard yang dibuat orang-orang untuk memenuhi ekspektasi kehidupannya. Misal ada seorang content creator yang menunjukkan hubungan berpasangannya.
Di video tersebut menunjukan bahwa pasangan dari content creator tersebut cukup sempurna, mempunyai paras yang menawan, mampu membelikan pasangannya keinginan yang di mau dan beberapa hal manis lainnya. Dari hal tersebut, banyak sekali orang yang terpengaruh dan mulai termakan dengan isi konten tersebut. Mereka berekspektasi bahwa mereka harus mempunyai pasangan yang seperti itu dan terkadang apabila sudah mempunyai pasangan, menuntut pasangannya untuk menjadi seperti itu.
Tanpa disadarinya, mungkin yang telah diberikan oleh pasanganya sudah cukup dan sesuai kemampuan pasanganya. Itulah mungkin yang bisa dibilang standard Tiktok. Mungkin hal di atas hanya sebatas contoh dari banyaknya ekspektasi lain yang diciptakan. Orang-orang jadi memiliki standard khayalannya sendiri karena menonton jenis konten-konten tersebut. Mereka merasa mempunyai banyak sekali pilihan untuk dirinya padahal sebetulnya tidak. Ilusi yang diciptakan akan kehidupan yang mereka idamkan terkadang dirasa kurang masuk akal apabila kita kembali melihat kapasitas dari diri kita sendiri.
Kita terlalu mengharapkan kehidupan yang indah padahal nyatanya semua itu harus bertahap dan berproses. Orang-orang harus mampu mengendalikan pikirannya terhadap apa yang mereka lihat di media sosial dan internet. Kita harus lebih peduli terhadap apa yang terjadi di kehidupan nyata kita. Kita harus mulai lebih menghargai, mencintai dan memperhatikan apa yang ada dekat dengan kita. Jangan sampai kita mudah terpengaruh terhadap apa yang kita lihat di media sosial manapun. Mungkin yang terlihat di sosial media indah, namun tentu semua itu belum benar dan nyata sepenuhnya.
Penulis: Muhammad Haqqi Mahasiswa Komunikasi Digital dan Media Sekolah Vokasi IPB