Metro News

Lembaga Otonom KAHMI Metro Kritik Pedas Jelang Setahun Kepemimpinan Walikota

Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (Kahmi) Kota Metro menggelar diskusi mengangkat tema "Pembangunan Kota Metro dalam Refleksi Awal Tahun 2022 dan Jelang Setahun Kepemimpinan Walikota Metro", di Lembah Dempo Jl AR Prawira Negara Metro Barat, Kamis, (13/01/ 2022 malam. ( Red)

METRO – Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (Kahmi) Kota Metro menggelar diskusi mengangkat tema “Pembangunan Kota Metro dalam Refleksi Awal Tahun 2022 dan Jelang Setahun Kepemimpinan Walikota Metro”, di Lembah Dempo Jl AR Prawira Negara Metro Barat, Kamis, (13/01/ 2022 malam.

Lembaga Ekonomi Pembangunan dan Otonomi Daerah Majelis Korp HMI Kota Metro tersebut menghadirkan 4 orang narasumber yakni, Ridhuwan Sory Ma’oen Ali, Agus M. Septian, Sugeng Siswoyo yang ketiganya merupakan anggota Kahmi Metro, dan mantan Ketua DPRD Kota Metro Sudarsono serta sejumlah Mahasiswa yang tergabung di HMI Metro.

Di kesempatan pertama, secara garis besar Ridhuwan Sory Ma’oen Ali  mengatakan, bahwa pembangunan Kota Metro terkesan mundur dan tertinggal bila dibandingkan dengan beberapa Kabupaten di Provinsi Lampung.

“Pembangunan di Metro dari dulu hanya bongkar pasang, bahkan stak Tidak ada lompatan segar dan juga pembangunan yang berarti. Semua (eksekutif dan legislatif) hanya fokus memperkaya diri,” kata Ridhuwan.

Ridhuwan menuturkan, Pemimpin Metro yang didukung oleh sebagian besar Kahmi Metro itu, menjelang kepemimpinannya setahun ini belum ada perkembangan.

” Sedikitnya terdapat beberapa warisan masalah dari kepemimpinan sebelumnya yang musti diselesaikan. Beberapa kebijakan diantaranya tentang masalah terminal, perekrutan pegawai, serta persoalan pasar Shopping dan Cendrawasih,” tuturnya.

Selanjutnya Agus M. Septian, Ia menyampaikan beberapa isu pokok Kota Metro dalam kurun waktu setahun terakhir.

“Fokus pada persoalan satu tahun terakhir. Satu gejala yang menurut saya unik dalam penempatan pejabat, yaitu pengrekrutan eselon bukan lagi menjadi rahasia. Mereka yang berada di luar lingkaran kekuasaan dapat dengan leluasa mengetahui informasi tentang siapa yang akan menjabat di posisi-posisi strategis,” katanya.

“Ada pejabat eselon tidak bertugas linier selama minimal lima tahun. Dengan begitu, pejabat tersebut tidak terbukti cukup memiliki pengalaman dan jam terbang yang cukup untuk menduduki posisinya,” lanjut Agus.

Agus juga menegaskan bahwa struktur Pemerintah Daerah sudah lengkap, tetapi masih membentuk tim baru sebagai sarana konsultasi. Mengingat, hal itu seharusnya dapat ditangani oleh struktur daerah yang ada.

“Hal itu akan timbul masalah baru karena pemetaan anggaran untuk membuat kegiatan tambahan dan membiayai orang-orang yang tidak punya kompetensi dan tupoksi di pemerintahan. Kebijakan tersebut juga akan menjadi sesuatu yang menyimpang dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dan akhirnya lepas dari tanggung jawab,” kata Agus.

Menanggapi hal tersebut, Sudarsono mengatakan, jika kondisi SDM dan pola pembangunannya seperti itu akan menuai masalah dari persoalan lalu yang tak kunjung rampung.

“Saya lihat kebijakan di Metro punya banyak masalah dalam pengelolaan. Pola pikirnya sempit, hanya tertuju pada keuntungan dan tidak berpikir soal dampak. Salah satunya soal PAD yang didapat dari pajak dan retribusi, hari ini saya nilai sangat bermasalah lantaran banyak kebobolan, dan penghasilan Metro yang ada hari ini tidak optimal,” ujar pria yang akrab dengan swbutan Lek Darsono itu.

Mengiringi bahasan tersebut, Sugeng Siswoyo menyinggung program unggulan yang pernah ditawarkan Walikota.

“Apakah beberapa program unggulan yang ditawarkan mampu menjawab kebutuhan Kota Metro,” katanya.

Jika dilihat dari beberapa bahasan, lanjut Sugeng, masih banyak tugas yang belum selesai dari kepemimpinan lama dan masalah baru yang dihadapi. Kepemimpinan hari ini harus punya skala prioritas dalam menyelesaikan semua problematik dengan pola yang terukur.

“Hal itu yang harus menjadi proyeksi bersama,” ujar Sugeng.

Sementara, anggota Kahmi Metro, Lukmansyah menilai, pembicaraan pembicaraan yang didiskusikan ini tidak efektif, baiknya ada langkah kongkrit guna menindaklajuti ke ranah hukum.

“Cukup buktikan dengan minimal dua alat bukti dan laporkan Aparat Penegak Hukum peri hal persoalan yang menjadi pokok bahasan. Saya merekomendasikan bertarung dengan data dan aturan undang-undang,” kata Lukmansyah yang juga merupakan mantan Kajari.

Lukmansyah juga melihat bahwa beberapa posisi strategis tidak ditempatkan secara benar.

“Sudah jadi rahasia umum, banyak nepotisme di dalam lingkar kekuasaan. Hal itu akan berdampak tidak baik bagi tatanan birokrasi,” katanya.

Hal senada juga diutarakan Oleh Badawi, menurutnya, beberapa poin yang menjadi catatan penting.  Dari periode ke periode masa kepemimpinan sejak Walikota Lukman Hakim, Pairin Hingga Wahdi-Qoamru yang merupakan pemimpin sekarang, hanya membanguna Pasar, Bongkar Pasar alias bongkar pasang. Menurutnya, meski ada indikasi banyak masalah melangggar Hukum, namun tidak tersentuh sama sekali dengan hukum. Maka dari itu dirinya siap membawa sejumlah persoalan yang tidak ada titik terang tersebut ke ranah hukum tingkat pusat.

Sementara mantan Ketua DPRD Metro, Sudarsono, lebih fokus menyoal terkait terminal kota yang dianggap banyak peyimpangan mulai melabrak regulasi, perubahan alih fungsi lahan, berkurangnya luas sekitar 4 ribu M2 yang dijadikan Ruko serta pembangunan pasar basah. Menurutnya, hal tersebut telah melanggar hukum yang harus diperkara ke meja hijau.

Saiful Tomy, selaku Ketua Dewan Penasehat KAHMI Metro, yang juga pernah menjadi Ketua Tim Sukses pasangan independen Wahdi-Qomaru (WaRu), membandingkan  Kota Metro dengan daerah lain seperti Bandung, Singapura, Sukabumi, Cirebon bahkan hingga Negara Swis yang begitu maju. Menurutnya, Metro seharusnya bisa lebih maju jika arah kebijakan dan pembangunannya terarah, mengingat Metro dengan rasio APBD tertinggi  serta IPM nya peringkat ke dua se Lampung.

Di akhir sesi sambutan terakhir, Saiful menegaskan, kegiatan ini murni lembaga otonom dan tidak ada misi apapun, bukan untuk mencari-cari kesalahan dan bukan mengevaluasi Wahdi-Qomaru secara pribadi, namun lebih kepada mengkritisi kebijakan Walikota sebagai kepada daerah.

Diskusi berakhir hingga larut malam sekira pukul 00.00 WIB. Banyak persoalan dibahas narasumber serta peserta lainnya menyampaikan pendapat di dalam forum ini.  Sejumlah atensi lainnya berupa pembangunan Tugu Iqra, Terminal Kota, Pasar Kopindo dan Cendrawasih, Rekrutmen Pegawai dan pejabat, Metro Mega Mal, kondisi Jalan semakin rusak, tak berfungsinya Lampu Jalan, penutupan Jl Imam Bonjol, serta tak kalah penting indikasi pelanggaran hukum rekrutmen tanaga ahli/ tim percepatan Walikota.

Rahmatul Ummah selaku Direktur / penyelengara Lembaga Ekonomi Pembangunan dan Otonomi Daerah MD KAHMI Metro mengungkapkan, kegiatan ini rencananya akan digelar sebulan sekali dan ke depan mengundang perwakilan dari berbagai elemen seperti unsur Pers, LSM, Tokoh Masyarakat serta Stakeholder lainya demi majunya Bumi Sai Wawai.

( Red)

About the author

Redaksi TabikPun

Add Comment

Click here to post a comment

Tinggalkan Balasan

IKLAN

IKLAN

%d blogger menyukai ini: